I. Pengertian .
Ilmu Pengetahuan secara garis besar adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.  Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu  memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan  kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya
II. Pengertian
Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia yaitu  bagian dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut  Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan engineering yang  saling berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu pada pemahaman kita  tentang dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai ciri-ciri dasar pada  dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam interaksinya satu  terhadap lainnya. 
Dari ilmu pengetahuan dan "knowledge" ini, manusia menghasilkan ilmu  rekayasa (engineering, atau kejuruteraan, teknik) yang berkembang di  berbagai bidang. Beberapa bidang yang berkembang dalam rekayasa ini  antara lain bidang aerospace, agrikultur, komputer, kimia, industri,  sipil, perangkat lunak, dll. Dengan ilmu pengetahuan dan rekayasa ini,  lalu berkembanglah berbagai teknologi. Akhirnya, muncullah teknologi  diberbagai bidang, antara lain teknologi pesawat terbang, teknologi  nuklir, teknologi audio video, teknologi elektronik, dan sebagainya.
III. Pengertian
Kemiskinan
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada  masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan,  tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran  kehidupan modern pada masakini mereka tidak menikmati fasilitas  pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang  tersedia pada jaman modern.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami  oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara  maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami  kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi  industri yang muncul di Eropah. Pada masa itu kaum miskin di Inggris  berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani  yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga  rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap  penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan,  terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun  1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di  dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika  Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun,  di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari  jumlah penduduknya tergolong miskin.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai  49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi  Nasional / Susenas 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari  17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka  tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996  (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin  sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat  krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni  kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara  lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang  rendah dan bencana alam. Kemiskinan “buatan” terjadi karena  lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota  masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas  lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya  para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu  terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak  dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek  sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan  informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat  produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah  mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah  diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek  politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan  kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil  keputusan.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan  absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk  golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah  garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum:  pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong  miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun  masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin  kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok  masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya  sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan  masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui  pendekatan sosial masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat,  tetapi dari indikator ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan  menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan  pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS)  untuk menarik garis kemiskinan adalah pendekatan pengeluaran.
Menurut data BPS hasil Susenas pada akhir tahun 1998, garis  kemiskinan penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita  per bulan dan penduduk miskin perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita  per bulan. Dengan perhitungan uang tersebut dapat dibelanjakan untuk  memenuhi konsumsi setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari,  ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lainnya, seperti  sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi. Angka garis kemiskinan ini  jauh sangat tinggi bila dibanding dengan angka tahun 1996 sebelum  krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita per bulan untuk  penduduk perkotaan dan Rp. 27.413 bagi penduduk perdesaan.
Banyak pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan  klasifikasi kemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John  Kenneth Galbraith melihat kemiskinan di Amerika Serikat terdiri dari  tiga macam, yakni kemiskinan umum, kemiskinan kepulauan, dan kemiskinan  kasus. Pakar ekonomi lainnya melihat secara global, yakni kemiskinan  massal/kolektif, kemiskinan musiman (cyclical), dan kemiskinan individu.
Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang  mengalami kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai  sebagai penyebab keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat  terjadi manakala daya beli masyarakat menurun atau rendah. Misalnya  sebagaimana, sekarang terjadi di Indonesia. Sedangkan, kemiskinan  individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama kaum cacat fisik atau  mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia.
Penanggulangan Kemiskinan
Bagaimana menangani kemiskinan memang menarik untuk disimak. Teori  ekonomi mengatakan bahwa untak memutus mata rantai lingkaran kemiskinan  dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya,  penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui  berbagai suntikan maka diharapkan produktifitas akan meningkat. Namun,  dalam praktek persoalannya tidak semudah itu. Lantas apa yang dapat  dilakukan?
Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai  negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan  kemiskinan diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara  bagian, memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan,  perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda,  penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa, dan  pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program  pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin  melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan lain sebagainya.
Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak  pula dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan  kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah  menangani program tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis  moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997,  melalui program-program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS ini  masyarakat sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan.
Sedangkan, P2KP sendiri sebagai program penanggulangan kemiskinan di  perkotaan lebih mengutamakan pada peningkatan pendapatan masyarakat  dengan mendudukan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi  aktif. Melalui partisipasi aktif ini dari masyarakat miskin sebagai  kelompok sasaran tidak hanya berkedudukan menjadi obyek program, tetapi  ikut serta menentukan program yang paling cocok bagi mereka. Mereka  memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi hasil dari pelaksanaan  program. Nasib dari program, apakah akan terus berlanjut atau berhenti,  akan tergantung pada tekad dan komitmen masyarakat sendiri.
  
Source : Google , Wikipedia 
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar